Kawasaki mengklaim New Ninja didesain sebagai Sport-tourer. Apa benar begitu?
7Leopold7 coba menyiksa diri sekitar 600 km untuk melihat apa klaim tersebut terbukti.
Kawasaki mengklaim New Ninja didesain sebagai Sport-tourer. Apa benar begitu?
7Leopold7 coba menyiksa diri sekitar 600 km untuk melihat apa klaim tersebut terbukti.
Ada 4 teman rider cc besar yang sedang menimbang-nimbang opsi adventure bike bertanya. “Yamaha MT-09 Tracer, om Leo, layak beli ga?” “Gimana bedanya dengan MT-09 atau motor adventure/sport tourer lainnya kayak Ninja 1000, R1200GS, KTM1290 SA?”
Kesibukan penelitian membuat saya hanya punya waktu dua hari saat weekend untuk lebih mengenal apa ini Yamaha MT-09 Tracer. Artikel ini akan bercerita tentang impresi hari pertama membawa Tracer, si Flamenco cantik ini melintasi jalur Rangkasbitung.
Jam 7 saya pun berangkat. Dari BSD menuju curug via jalan belakang Pengadegan. Udara masih segar. Ukuran jalan tidak terlalu besar. Dua seperempat mobil. Tapi tidak ada angkot yang ngetem ataupun bus yang mengganggu melewati rute ini. Bebasss…
Melewati barisan motor orang berangkat kerja, Tracer memiliki torsi yang sangat lebih dari cukup untuk melintasi dengan halus dan tanpa drama. Nampaknya suara gagah yang keluar dari knalpot Prospeed juga menjadi penanda sesuatu special akan lewat.
Sebagian besar kondisi jalan sudah berbeton atau aspal. Bisa dikatakan 90%. Namun potholes atau lubang di jalan masih banyak dihadapi. Terutama di tikungan yang rimbun di bawah kerumunan pohon tebal. Jadi kalau ga hapal harus menjaga kecepatan agar ada waktu untuk mengantisipasi.
Handling Tracer yang nyaris seringan MT-09 membuat proses reflex menghindar dan manuver menghindar berjalan mulus tanpa gerakan berlebihan. Dan kalaupun terlalu dekat suspensi Tracer mengembalikan lepasan tenaga ke handlebar yang tidak mengganggu pengendalian.
Rute favorit adalah saat melewati perbukitan menuruni Jasinga serta deretan perkebunan kelapa sawit menjelang memasuki Rangkasbitung. Flow tikungannya asyik punya. TOP…
Jam 9 kurang, maklum sambil berhenti foto-foto disana sini, sayapun memasuki kota Rangkasbitung. Langsung menggelincir menuju alun-alun kota untuk rehat sambil menikmati sarapan hangat..
Begitu tau kalau saya sedang di Rangkas Bitung, Kepala Rutan Rangkasbitung pun mengundang saya untuk singgah ke Rutan. Saya semenjak tahun 2007 sudah terlibat dalam program peningkatan pemasyarakatan. Kebetulan sedang acara Munggah (persiapan Puasa Ramadhan) oleh para napi kata pak Sigit. Hayukklahh… hehehe.
Bersama Karutan, Bapak Sigit
Perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat. Tubuh masih mengingat lintasan yang dilalui dan kecepatan bisa lebih tinggi. Kemacetan hanya terjadi di perlintasan kereta Parung Panjang. Biasa kelakuan pengguna jalan yang menggunakan jalur berlawanan di pintu kereta. Pinter banget dah.
Jam 1 siang pun sudah kembali ke BSD.
Itu mengenai perjalanan ke Rangkasbitungnya.
–=-=-=-=-=-=-=-=-==-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-==-=-=-=-
Sekarang mengenai Yamaha MT-09 Tracernya.
ERGONOMI dan HANDLING
Ergonomi Tracer ini sangat mirip dengan MT-09. Posisi handlebar sedikit lebih lebar dan lebih tinggi. Namun sisanya mirip pisan. Forward lean, sudut membungkuk, sangat kecil. Namun lebih menunduk sedikit (sportier) dibandingkan kelas motor adventure lainnya seperti BMW R1200GS (selanjutnya “GS”) dan KTM 1290 SA (selanjutnya “SA”). Ini sebabnya ada sedikit cita rasa sport tourer pada motor ini. Seperti juga diteriakkan oleh bro Angga dari Anjany Racing.
Yang jelas riding 4 jam dengan Tracer nyaman saja, malah minta terus. Seperti ketagihan ngajak temen SMA jalan.
Handling, muirrrippp banget dengan MT-09 yang pernah 8 bulan saya kendarai. Ringan dan lincah. Perbedaannya adalah saat bantingan, flipping, terasa lebih berat sedikit. Saya kira wajar karena subframe dan area belakang tracer memang lebih besar dan berat. Plus ground clearance yang tinggi menyebabkan Centre of Gravity juga lebih tinggi. Tenaga yang dibutuhkan untuk memindah titik tengah beban seper-sekian lebih besar.
Tapi kalau harus dibandingkan dengan jajaran adventure lainnya seperti GS dan SA, jelas Tracer jauh lebih ringan dan sporty. Ini disebabkan oleh bobotnya yang 40-50 kg lebih ringan dan chasis yang ringkas. Bagaimana kalau dibandingkan dengan Versys 1000 mas, nahh tunggu kesempatannya ya. Kalau dengan Ninja 1000 yang memiliki basis mesin dan chasis sama dengan Versys 1000, Tracer terasa lebih enteng dan eksplosif di putaran bawah-menengah.
Sehingga saat harus bermanuver menghindari jalan rusak atau rengkah di lintasan Curug-Rangkasbitung, kibasannya lebih ringan dan cepat. Assessment melihat kondisi jalan, memilih lintasan dan eksekusi bisa dilakukan dengan mudah.
SUSPENSI DAN TRACTION CONTROL
Untuk kelas adventure kedua hal di atas adalah faktor yang penting banget. Melebihi faktor HP atau ledakan top speed.
Tracer sudah diperlengkapi dengan sistem suspensi yang lebih baik dibandingkan MT-09. Spesifikasi coil dirancang lebih baik. Gejala pada MT-09 (mengayun pada stelan standard tapi terlalu keras saat disetting secara signifikan) berkurang pada Tracer.
Untuk tahu apakah suspensi bekerja baik, silahkan jalan diatas permukaan yang tidak rata pada kecepatan tertentu. Feedback yang baik akan membuat kita berani menambah kecepatan. Namun jika terasa kita mulai kehilangan kendali terutama pada roda depan, artinya performa suspensi sudah memasuki batas atasnya dalam menyerap maupun melepas energi. Tracer sudah mumpuni, namun spek suspensinya masih dibawah SA (550 jt) dan GS (820 jt)
Bicara di dunia yang ideal, andaikata Tracer diperlengkapi suspensi semi-active, tambahin 70 juta deh, itu udah bejaban ngelawan adventure kelas raja seperti GS ataupun SA, di kelas harganya. Suspensi semi-active adalah sistem suspensi yang dikendalikan oleh otak elektronik yang akan secara otomatis mengatur penyerapan dan pelepasan goncangan sesuai kondisi jalan dikunci pada mode yang sudah ditentukan.
Jika distel “sport” maka suspensi akan berkarakter sama kerasnya meskipun kondisi jalan berubah. Begitu pula kalau mode suspensi berubah menjadi off-road.
Traction control. Pada artikel sebelumnya saya mengangkat persoala sistem traction control MT-09 yang terlalu sederhana. Hanya on atau off, tidak bertingkat. Sistem ini kurang cocok pada medan off-road berlumpur dimana sampai tingkat tertentu (50 atau 70%) daya spinning tetap dibutuhkan untuk mendorong motor tetap maju saat melalui lintasan berlumpur atau yang drag (hambatannya besar). Namun saat melintasi lintasan Rangkasbitung, persoalan traction control yang terlalu sederhana tidak menjadi persoalan. Bahkan saya sempat lupa.
KARAKTER dan SEBARAN TENAGA
Meskipun dicitrakan sebagai sport tourer atau adventure, namun karakter tenaga Tracer plek sama persis dengan MT-09. Ini bukan cuma feeling namun dibuktikan di atas mesin Dynojet yang pernah mentes MT-09 standard (artikel terpisah). Sangat sensitive dan powerful pada RPM bawah-medium. Tipikal mesin tiga silinder. Ini juga yang menyebabkan aura dan karakter sport tourer lebih terasa ketimbang adventure pada tracer ini.
Jarak antara stop and go bisa dengan mudah diloncati. Galak bener. Masih berjaban banget dengan motor-motor 1000cc an 4 silinder. Terutama pada lintasan Jasinga-Rangkasbitung yang twisty (penuh tikungan) dan tanjakan.
Untuk medan yang offroad dan relative licin atau riding jarak jauh sebenarnya dibutukan pelepasan tenaga yang lebih halus dan tidak agresif. Keluarga besar MT-09 memiliki feature throttle mode. Rider bisa memilih mode B yang paling tidak agresif.
KESIMPULAN
PROS:
CONS:
Ada beberapa genre yang bisa ditemukan pada motor ini. Tracer memiliki feature adventure; karakter tenaga sport tourer dengan handling dan ergonomi yang cenderung motard. Dan mungkin ini formula yang dibutuhkan untuk meladeni kebutuhan medan Indonesia yang beragam.
Yamaha MT-09 Tracer, menurut saya pada kelas harganya, pilihan tepat bagi mereka yang ingin menjelajah Indonesia lebih jauh, lebih nyaman, dengan excitement dan kegarangan semangat sport bike.
Tidak lupa, terima kasih kepada mas Masykur, Asisten GM Marketing YIMM beserta rekan-rekan YIMM atas unit test Yamaha MT-09nya.
Review sebelumnya:
The Unrivalled Rivale 800: Dominating Predator (Part 1)
The Unrivalled Rivale 800: “Not for everyone” Bike (Part 2)
————————————————————————————————
Setelah membahas apa dan mengapa MV Agusta memilih genre supermotard untuk mengisi line-up 800 ccnya, kini saatnya membuktikan apakah memang Rivale 800 seperti yang dikatakan Adrian Morton sang desainer.
KARAKTER TENAGA
Saatnya menyalakan motor seharga hampir 400 juta ini.
Tarik kopling, tekan switch power dan Engine is on.
Saya akan menghilang kurang lebih dua minggu krn tugas negoro.
Tapi sebelum off saya sudah mendapatkan lampu hijau dan jadwal dari KMI (Kawasaki Motor Indonesia) untuk melakukan pengetesan Kawasaki Ninja 1000
Rencananya unit ini akan saya test touring seputar Banten selama weekend 2 minggu lagi.
Hmmmmm sebagai motor hybrid sport-tourer seharga 285 juta apa saja ya yg sebaiknya direview?