Sebagaimana kita ketahui, ARRC mulai musim 2019 ini mengeluarkan kebijakan baru yang dinamakan “Balancing Various Motorcycle Concepts”. Ini diatur dalam buku regulasi tahun 2019 pada point 2.3.46.
Regulasi ini menurut FIM Asia dikeluarkan untuk menjamin kesetaraan atau teks aslinya “to maintain equality” di antara motor yang berlaga.
Kesetaraan ini dicapai dengan beberapa cara:
- Kewajiban single ECU menggunakan Aracer.
- Penurunan limit 500 RPM secara akumulatif bagi rider yang dominan, berjarak 25 point di atas rider berikutnya atau rider posisi 5. Pembatasan limit RPM ini bisa terjadi sampai 3 kali (akumulatif) alias 1500RPM jika setelah pembatasan pertama, rider tetap berjarak 25 point dibanding pembalap posisi 5. Detil regulasi saya bahas di artikel terpisah
Pada seri ke 3 di Bururam ini, karena Aiki Iyoshi (posisi 1, 68 point) dan AM Fadly (posisi 2, 65 point) memiliki jarak point di atas 25 point dibandingkan Awhin Sanjaya (38 point), maka Iyoshi dan Fadly akan mengalami penurunan batas RPM.
Keduanya kebetulan adalah pembalap Kawasaki Manual Tech KYT yang dikelola oleh Pakdhe, panggilan akrab mas Ibnu Sambodo, kampiun korek nasional.
Sayapun cusss bertanya ke Pakdhe tanggapannya tentang aturan ini:
“2 tahun terakhir Honda dominan sekali. Mungkin maksudnya untuk menghindari hal spt itu terjadi lagi. Kebetulan yang kena duluan Kawasaki.”
Beliau menerima ini sebagai regulasi yang ingin menghindari over-dominasi, apesnya aja Kawasaki yang terkena duluan.
Lalu bagaimana Pakdhe dampaknya ke tim?
“Memang agak susah jadinya krn sekarang 2 pembalap kita kena regulasi baru rev limiter tinggal 14.250 rpm”
Pakdhe namun terdengar tetap optimis. Secara umum, yang bisa disampaikan di artikel ini adalah upaya tim Kawasaki Manual Tech untuk menemukan peak power pada RPM yang lebih rendah. Tentu ini ada konsekuensinya yang juga harus diantispasi oleh pembalap dan tim.
Menurut saya sendiri kebijakan baru ini perlu ditinjau ulang.
- Pertama, mengenai single ECU. Saya paham event organizer butuh sponsor, dukungan dana. Namun kewajiban single ECU menurut saya sudah tidak sesuai dengan nama kelas “Asia Production”. Biarkan setiap pabrikan mengembangkan ECU sesuai kekhususan dan karakter motor, untuk mengoptimalkan tenaga. Bukan sebaliknya.
- Kedua, penurunan limit 500 RPM berdasarkan selisih 25 point dengan pembalap posisi ke-5 tidak tepat. Mengapa? Karena selisih 25 point antara posisi 1 dan 5, tidak mencerminkan inequality atau dominasi. Itu terhitung masih sangat rapat karena dalam 1 seri saja bisa ada 50 point yang direngguk.
AM Fadly dalam 4 balapan hanya sekali juara 1, satu kali DNF malahan. Namun dia konsisten podium. Aiki Iyoshi juga begitu, 1 kali juara 1, 1 kali runner up, 2 kali terlempar dari podium. Itu bukan bentuk dominasi mengingat posisi 3 Muklada (Honda Thailand) juga 1kali juara, 1 kali runner up, namun karena selisih hanya 23 point (bukan 25) Muklada tidak terkena penyunatan RPM.
INTINYA: jarak 25 poin antara pembalap 1 ke pembalap 5 bukanlah bentuk inequality/dominasi dalam kejuaraan, karena 1 serie saja bisa dapat 50 point.
Bagaimana menurut bro/sis?
Kalo saya, om.
Kitab regulasinya yg minta sedikit digoyang.
“Jika pembalap nmr 1 diklasemen berselisih 25 poin dg pembalap kedua. Maka dikenakan penyunatan 250 RPM. Atau pembalap pertama berselisih 25 poin dengan pembalap ketiga apabila pembalap diposisi kedua berasal dari tim yg sama dengan pembalap dipuncak klasemen maka tim akan dikenakan penyunatan 250 RPM”
ini agak fair sedikit, tapi tetap terlalu rapat. Harusnya selisih 75 point (diatas 50 point yang bisa didapat dari 1 seri). Kalau terlalu rapat, setting motor akan kacau sekali karena tiap seri RPM limitnya naik turun. Jadi punishment for the winner.
Kok onda terus yg disebut buat patokan..
Kaya dukatih aja di motojipi sirik ma onda
saya kira itu bukan sirik. Faktanya kan Honda memang mendominasi total 2 musim. Kebijakan itu juga yg mengeluarkan FIM meskipun tidak menyebutkan nama tim tertentu. Justru yg ada malah dugaan siriknya kepada Kawasaki
“2 tahun terakhir Honda dominan sekali. Mungkin maksudnya untuk menghindari hal spt itu terjadi lagi. Kebetulan yang kena duluan Kawasaki.”
Komentar orang berilmu dan beradab, ademmm
betullll… fair dan santun
Mudah2an pakde makin kreatif cari ide2 terobosan untuk team. Ini orang hebat indonesia yg patut di support dan dihargai. Bisa lah kita setarakan dgn Om Chia.
betull aminnnn
Iya nih, khususnya tentang penjabaran “dominasi” khususnya musim ini, harusnya memang minimum poin penentu penyunatan jangan 25 scra gap 25 poin bisa dibalikkan dalam 1 seri
Knp gak dibikin simpel aj ya,pokoknya ada minimum berat maksimum rpm, cukup single ecu aj sbg batesannya
Kliatan bngt sih efeknya kmrn buat timnya Pakdhe
Btw,ada indikasi sirik ke timnya Pakdhe ya??
saya kira bukan sirik. kritik saya adalah gap pointnya 25 itu berlebihan, terlalu rapat.
cbr250rr muklada jg udh disunat 500 rpm stlh race 1 kemarin
betul, dan lap timenya melorot sebelum akhirnya pit in
kalau menurut saya sih om, merunut pada peraturan motogp saja ya, diberikan tim konsesi, antara pabrikan yang mendominasi sama pabrikan yang keteteran.
tp balik lagi dimana balapan itu untuk kepentingan komersil, dimana pabrikan pun ingin mendapatkan promosi disini.. yaa ada plus minusnya la..