Dari pihak penegak hukum pandangan mengenai penggunaan GPS di telepon masih beragam. Irjen Pol Setyo Wasisto menyatakan GPS telepon apabila dioperasikan dengan satu/dua tangan maka akan ditindak. Kendaraan harus berhenti dahulu. Kurang lebih senada, Korlantas (Korps Lalu Lintas) Polri, Dirkamsel Brigjen Pol Chrysnanda menyampaikan bahwa melihat GPS untuk memandu arah dimungkinkan selama tidak mengganggu konsentrasi.
Ini menurut saya sebuah kepastian dan langkah maju yang ditawarkan oleh pihak pimpinan Korlantas. Namun klarifikasi seperti ini perlu dituangkan dalam produk hukum seperti PP (Peraturan Pemerintah) atau dibawahnya PERKAP (Peraturan Kapolri).

bukan hanya utk di perkotaan, GPS juga bantu antisipasi arah tikungan
Mengapa mas?
Untuk mencegah multi-tafsir dan penyimpangan oleh masyarakat dan petugas di lapangan.
UU LLAJ mengatur hal-hal yang bersifat norma dan umum. “Konsentrasi penuh” dalam pasal 106 misalnya ini sangat luas pengertiannya. Bagian penjelasan menjabarkan beberapa contoh seperti penggunaan telepon dan konsumsi alcohol. Inipun masih bersifat umum dan sangat luas untuk digunakan sebagai pegangan operasional di jalanan. Apa batasannya? Saya habis makan tape ketan yang mengandung alcohol dan tercium aromanya, apakah sudah melanggar batasan ini?
Di Australia, penggunaan telepon diperinci, mana yang masih boleh dan mana yang terlarang. Di hamper semua bagian, memasukkan data/berinteraksi dengan GPS saat berkendara adalah terlarang. Dan sanksinya berat, namun melihat/mendengar GPS untuk memandu arah diperbolehkan. Memegang telepon dengan menggunakan satu/dua tangan adalah illegal, terkecuali momen ketika kita menyerahkan telpon kepada penumpang.
Jadi ada batasan dan kepastian.
Hal seperti ini juga kita butuhkan di Indonesia. Sistem Perundang-undangan kita menentukan bahwa untuk bisa mengoperasionalkan sebuah UU, pemerintah dapat mengeluarkan peraturan pelaksana seperti PP (Peraturan Pemerintah) atau Peraturan Menteri/Kapolri.
Karena itu menurut saya adanya PP atau Perkap yang mengatur secara lebih teknis pasal 106 UU LLAJ sudah sangat diperlukan. Agar jadi pedoman ketertiban baik bagi masyarakat maupun apparat penegak hukum. Karena melihat speedometer atau kaca spion pun sebenarnya sama dengan melihat GPS di aplikasi, berpengaruh pada konsentrasi penuh, jika tidak diperjelas.
Apakah peraturan terkadang “SENGAJA” dibuat abu abu? Alias pasal karet?
Hmm.
Cth: Gps
knalpot free flow(kadang blg harus STD, kadang bilang ada aturan DB nya)
Lampu HID (bbrp x dpt cerita mobil pake HID di tilang, pdhl HID projie bawaan ktny menyilaukan)
harusnya sih tidak sprti itu mas
numpang sumbang unek unek Om Leo , kl di Indonesia peraturan terkadang kl dr kacamata orang awam memang di buat abu-abu dan penerapannya kurang objective contoh orang nyebrang di jalan tol ketabrak , yang di bilang korban malah yg nyebrang which is bukan hak nya nyebrang di jalan tol. makasih om
Nyimak
saya rasa video nya mas fitra eri di youtube cukup bisa menjelaskan,
walopun saya juga tetap merasa kalo UU nya masih membuka kesempatan interpretasi yg berbeda di lapangan
Tanya om,sebetulnya polri bikin aturan gitu ada research nya dulu nggak ya? Sayang banget kalau bikin aturan ngambang gini. Tujuannya bagus tapi penerapannya jadi setengah2. Kapan2 bikin artikel ttg mekanisme pembuatan pp atau uu om.. buat pengetahuan 😄 soalnya bahasa yang ditulis om leo mudah dipahami 👍
oke mas